Kamis, 28 November 2013
Demak solo Karang satria, jajaran 2.15
mendengarkan arahan dari Waka 2.15.2 (bapak Tata) dan Bapak 2.15.9 (Pak Umar), dalam rangka mengeratkan kebersamaan jajaran 2.15, dengan terpilihnya Ketua dan jajaran kepengurusan yang baru.
tampilan Foto (dari kiri-kekanan), Bapak Adul, Bapak Umar (Sekdes), Bapak karolus, Bapak Jabat, Bapak Gunan (berdiri), Bapak Sianu, dan Bapak Tata (waka)
tempat: Balai Pertemuan, Karang Satria, Bekasi
mendengarkan arahan dari Waka 2.15.2 (bapak Tata) dan Bapak 2.15.9 (Pak Umar), dalam rangka mengeratkan kebersamaan jajaran 2.15, dengan terpilihnya Ketua dan jajaran kepengurusan yang baru.
tampilan Foto (dari kiri-kekanan), Bapak Adul, Bapak Umar (Sekdes), Bapak karolus, Bapak Jabat, Bapak Gunan (berdiri), Bapak Sianu, dan Bapak Tata (waka)
tempat: Balai Pertemuan, Karang Satria, Bekasi
Selasa, 12 November 2013
K'tut Tantri
Murial Pearson ( Ktut Tantri ) : Pejuang Amerika Yang Hidup Mati Membela Indonesia !
Ini adalah kisah seorang perempuan kulit putih yang lima belas tahun lamanya menetap di Indonesia. Dia bukan sekedar berkunjung, tetapi mengenal negeri ini, mengenal rakyatnya, merasakan susah senang bersama mereka.
Keseluruhan kisah adalah nyata, pengalaman sesungguhnya dari seorang K’tut Tantri. Mengharukan juga mencengangkan, betapa seorang wanita kulilt putih yang biasa mengenyam kemudahan dan fasilitas akhirnya berakhir menjadi seorang pejuang di negeri yang tadinya tak dikenalnya. Bagaimana akhirnya dia bisa mencintai Indonesia dengan sepenuh hatinya, sehingga ia rela ikut serta dalam revolusi yang sedang terjadi saat itu.
K’tut Tantri bernama aseli Muriel Pearson, adalah seorang pelukis dan pengarang buku, dilahirkan di Skotlandia, merupakan keturunan Manx, keturunan campuran darah perompak Viking yang menyerbu dari utara diabad ke-13 dengan darah raja-raja di pulau Man. Manx, adalah suku yang sangat percaya pada sihir dan orang kerdil, hal-hal gaib adalah hal yan biasa dikalangan mereka. Ayahnya bekerja sebagai ahli purbakala, dan meninggal di Afrika karena demam panas. Ibunya kemudian menikah lagi dengan pria Skot. Setelah Ayah tirinya gugur dalam Perang Dunia (PD) I, ia dan ibunya memutuskan untuk pergi ke Amerika Serikat dan menetap di Hollywood.
Di Hollywood, ia bekerja sebagai penulis interview dan artikel tentang tokoh-tokoh Hollywood yang dimuat di luar negeri dalam majalah perdagangan dan film Inggris. Setelah beberapa waktu menjalani kehidupannya di Hollywood, ia menjadi jemu, seperti halnya ayah kandungnya, jauh dilubuk hatinya, dia lebih menginginkan untuk pergi menjelajah ke tempat-tempat yang jauh, dan ia sangat ingin menjadi seorang pelukis, ia berpendapat bahwa getaran jiwanya berbeda jauh dengan tujuan dan ambisi orang-orang disekitarnya, yang dinilainya berpandangan sempit/dangkal.
Hingga pada 1932, merupakan titik balik dalam kehidupannya, ketika suatu hari ia sedang berjalan-jalan di Hollywood Boulevard, dan berhenti di depan sebuah bioskop yang sedang memutar sebuah film asing berjudul "Bali: The Last Paradise". (“..Bali, Sorga Terachir”). Tanpa pikir panjang iapun masuk dan tenggelam dalam alur cerita, terpesona akan keindahan alam dan kehidupan damai tentram diantara penduduk desanya, suasana yang di penuh dengan kasih sayang, sesuatu yang telah lama dirindukannya. Sehingga pada tahun 1932 itulah, dia memulai perjalanannya menuju Pulau Bali.
Beberapa bulan berselang, dengan mengendarai mobil yang dibelinya di Batavia, ia tiba di Surga Terakhir yang diimpikannya pada awal 1940an. Ia bersumpah baru akan turun dari mobil hanya ketika mobilnya kehabisan bensin. Perjalanannya menuju Pulau Bali yang dilakukannya dengan sangat berani, yaitu menggunakan mobil, seorang diri. Pada masa itu, semua kulit putih memiliki sopir orang pribumi, karena orang kulit putih dianggap tidak pantas untuk duduk dibelakang kemudi. Sehingga sudah barang tentu niatnya untuk membeli mobil dan melakukan perjalanan sendiri ditentang oleh orang Belanda disekitarnya. Walau begitu, ia tak gentar dan tetap melakukan perjalanan ke Bali dengan mobil.
Selain menceritakan tentang kesulitan-kesulitan yang ditemuinya selama dalam perjalanan, bagian ini juga menceritakan pertemuan dan pertemanannya dengan seorang bocah pribumi gelandangan, berumur tak kurang dar 9 th, bernama Pito. Pertemuan ini terjadi sebanyak 3 kali dalam hidupnya, dan dituliskan bahwa pertemuan itu selalu terjadi dalam keadaan dramatis, dan kisah mengenai Pito tentu akan mengisi penuh sebuah buku tersendiri. Yang membuat ia takjub saat pertama kali bertemu, ditengah-tengah kesulitan bahasa yang dihadapinya selama perjalanan, ternyata bocah gelandangan itu, Pito, yang rambutnya panjang dan berwajah seperti peri dan mampu berbicara dalam bahasa inggris campuran, begitu menakjubkan. Pito mengajarkan banyak hal kepadanya, Pito mengerti nilai mata uang, mengajarkan beberapa kata dan kalimat-kalimat dalam bahasa Jawa yang pendek dan berguna. Sehingga ia merasa beruntung dipertemukan dengan Pito. Sayang perjalanannya dengan Pito tidak berlangsung lama, karena Pito menolak tegas meninggalkan tanah Jawa sehingga pertemanan pertama merekapun berakhir di Banyuwangi.
Pendaratannya di pulau Bali membawa angin segar baginya dan dengan segera ia kembali bersemangat mengetahui bahwa ia kini telah tiba dipulau yang selalu diimpikannya. Bali sungguh sebuah pulau yang indah, amat berbeda dengan pulau Jawa yang penduduknya berpakaian seperti pada umumnya, di Bali disepanjang jalan menuju Denpasar atau ditengah-tengah sawah perempuan-perempuan memperlihatkan dengan tak sadar keindahan dada mereka pada saat berajalan beriringan sambil mennjunjung beban yang tinggi dikepala mereka. Dimanapun Muriel Pearson berada, apa yang dilakukannya selalu menuai kritik dari orang-orang Belanda disekitarnya, begitupun di Bali, ketika ia memutuskan untuk mencari tempat tinggal dsebuah desa pedalaman, seklai lagi iapun di tentang dan dianggap remeh. Namun sungguh ia seorang wanita yang berkemauan keras, apa yang telah direncakanya harus dilakukan.
Dan disanalah ia berjanji akan tinggal. Mobilnya berhenti persis di depan sebuah istana raja yang ia sangka sebuah pura. Hati-hati ia masuki istana itu. Perempuan itu akhirnya disambut oleh sang raja. Dan seperti sebuah dongeng, ia diangkat menjadi anaknya yang keempat.
Dibawa oleh takdir, perjalanan membawanya ke Puri milik seorang Raja, Anak Agung Gede, dan pertemuannya dengan putra tunggal Raja, Anak Agung Nura, yang merasa bahwa Muriel Pearson telah ditakdirkan oleh Dewata untuk tinggal bersama mereka di puri milik ayahnya tersebut. Putusan Dewatapun tak bisa diingkari uluran tangan dari Raja harus diterima, maka Muriel Pearson harus tinggal dipuri sebagai puteri Raja. 1 Bulan setelah tinggal di puri, iapun dinobatkan dalam suatu upacara yang digambarkan sebagai perpaduan upacara abad pertengahan dan pemujaan berhala, di upacara tersebut, karena Raja telah memiliki 2 puteri dan 1 putra, maka Muriel Pearson, si gadis Amerika itupun di panggil dengan nama baru yang disandangnya hingga akhir masa kehidupannya, K’TUT TANTRI, K’tut berarti empat atau anak ke-4 dan Tantri menjadi nama yang dipilihkan untuknya.
“…Kalau aku tahu bagaimana djadinja nasibku kemudian, mungkin aku sudah lama terbang dari Bali sewaktu masih belum terlambat.
Tapi aku tidak punja firasat. Dan semua terasa senang dan begitu indah kala itu.”
Perkenalannya dengan dunia politik dimulai dari diskusi-diskusinya yang intens dengan Anak Agung Nura, putra tertua Raja yang mengangkatnya anak. Nura adalah pangeran Bali yang pernah mengecap pendidikan di Leiden dan Universitas Heidelberg di Jerman.
Kehidupan di puri ternyata tak berjalan dengan mudah, pemerintah Belanda tidak menyukai kulit putih yang membaur dengan masyarakat, bahkan terhadap keluarga Raja sekalipun, Belanda menganggap kedudukan orang kulit putih lebih tinggi daripada masyarakat pada umumnya, bahkan kerajaan. Sehingga Belanda menganggap dengan tinggalnya K’tut Tantri di limgkungan kerajaan, akan erendahkan derajat dan prestise orang Eropa.
Walau begitu, transformasi pun tetap berlangsung, si gadis Amerika, selain telah mempunyai nama baru, mulai berganti warna rambut dan beradaptasi dengan pakaian serta bahasa disekitarnya. Rambutnya yang semula panjang dan berwarna merah, kini berganti hitam, seperti halnya rambut perempuan Bali pada umumnya. Kehidupan sebagai anak Raja yang ke-4 pun telah meletakkan suatu kewajiban dipundaknya, yaitu untuk menjadi seorang Brahma yang sungguh-sungguh dan untuk itu, ia harus belajar agama dari seorang pedanda di desa itu.
Masa Pendudukan Jepang.
Konflik mulai terjadi, kedatangan pasukan Jepang mengoyak ketenangan dan ketentraman pulau Dewata, seperti juga yang terjadi di pulau-pulau lainnya di Indonesia, Jepang mengambil alih tampuk penjajahan dari Belanda. Ketika Jepang mendarat di Bali, Ktut menjadi perhatian para petinggi militer Jepang karena dia warga Amerika.
Dan mulailah masa-masa suram untuk K’tut Tantri. Sebagai seorang wanita terdidik dan berkemauan keras, K’tut Tantri tidak tinggal diam pada masa-masa penjajahan Jepang, ia ikut dalam gerakan perlawananan bawah tanah untuk menumbangkan kekuasaan negara Matahari Terbit.
Bali ketika itu dikuasai oleh Kaigun atau Angkatan Laut Jepang, lalu Ktut berpindah ke Surabaya menghindari pimpinan Kaigun Bali. Di sana, ia mulai menjalin kontak dengan sejumlah orang yang bersimpati pada gerakan anti-Jepang.
Di Surabaya yang dikuasai oleh IJA atau Angkatan Darat Jepang, akhirnya nasib membuat dia ditawan dan dijeboskan dalam tahanan militer Jepang. Dan sempat ditahan di penjara Surabaya selama kurang lebih 2 tahun, disiksa dan dianiaya diluar batas-batas peri kemanusiaan.Hingga akhirnya aku diasingkan.
Tepat pagi esok harinya pemeriksaan mulai lagi, dengan pukulan dan penggantungan tjara lain sampai ingatanku hilang. Siksaan tjara baru ditjobakan. Lelaki dengnan korek api mentjoba membakar rambut dibadanku. Kastroli disiramkan kemulutku, dan satu kali aku dipaksa minum whiskey. Keadaan mabuk akan membuka rahasia, pikir mereka. Mereka keliru. Minumam keras itu menjebabkan aku sakit keras karena perut kosong.
Tidak tanggung tanggung, Ktut Tantri disiksa oleh pasukan Kempetai, berbagai macam siksaan pernah dia alami, dicabut kuku, disetrum, diarak telanjang, mulai siksaan fisik hingga siksaan mental dia terima. Bahkan teman selnya wanita Jerman bunuh diri dalam sel.
Berbulan-bulan ia diinterogasi. Ia ditanyai soal aktivitas bawah tanahnya. Bahkan ia nyaris dieksekusi. Sekali waktu ia terkapar nyaris mati. Tetapi ia tetap bungkam. Karena kesehatannya yang anjlok ke titik ternadir, ia pun dikirim ke rumah sakit. Di sanalah ia mendengar kabar diproklamasikannya kemerdekaan.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, nyawanya terselamatkan setelah rakyat menyerbu rumah sakit lalu membebaskan dia dan mengirimkan ke sebuah rumah sakit di Surabaya. Di Surabaya, dia dirawat oleh seorang dokter bernama dokter S. Besar kemungkinan dia adalah dr Sugiri, seorang pejuang yang juga terlibat dalam peristiwa 10 November 1945.Perkenalan dengan dokter S, membawanya larut dalam perjuangan arek-arek Suroboyo saat melawan Inggris. Perkenalan dengan dokter S, membawanya larut dalam perjuangan arek-arek Suroboyo saat melawan Inggris.
Aktivitas bawah tanah dan keteguhan sikap untuk tak mangap selama interogasi membuat tentara Indonesia di bawah pimpinan Bung Tomo membebaskannya. Ia diberi pilihan: kembali ke negerinya dengan jaminan pengamanan tentara Indonesia atau bergabung dengan pejuang Indonesia.
Ktut Tantri, Berjuang Bersama Bung Tomo
Dan Ktut Tantri memilih pilihan kedua. Ia dipercaya untuk mengelola siaran radio perjuangan. Dalam siaran tersebut, Ktut Tantri menyeru berbahasa Inggris untuk menyeru kepada negera-negara lain akan kemerdekaan Indonesia. Suaranya mengudara tiap malam. Ketenarannya membikin sebuah faksi tentara Indonesia menculiknya dan memintanya untuk siaran di radio gelap yang mereka kelola sebelum kemudian anak buah Bung Tomo berhasil membebaskannya.
Ktut Tantri, semasa perjuangan Indonesia.
Sewaktu pemerintahan Indonesia pindah ke Jogja, Ktut Tantri pun pindah ke Jogja. Di sana ia bekerja pada kantor Menteri Pertahanan yang ketika itu dijabat oleh Amir Syarifuddin. Ia pernah menuliskan pidato Soekarno. Sekali waktu ia menjadi seorang agen spionasi yang berhasil menjebak sekomplotan pengkhianat.
Ada peristiwa dramatis sekaligus lucu dialami Ktut. Salah satunya adalah kejadian ketika dia mengikuti rapat akbar di Jawa Timur yang menghadirkan Bung Karno, Bung Hatta dan Amir Syarifuddin.
Seperti biasa, Bung Karno menggelorakan peserta rapat akbar dengan orasinya yang meninju, dan Hatta memukau massa dengan ketenangannya yang nyaris seperti seorang pendeta. Ketika giliran Amir berorasi, ia tampil tak seperti biasanya.
Amir yang dikenal kaku, selalu serius, tiba-tiba tampil demikian lucu dan konyol. Rakyat yang mengikuti rapat akbar itu tergelak dan terpingkal-pingkal menyaksikan polah konyol Perdana Menteri-nya.
Bung Karno dan Bung Hatta heran setengah mati. Ternyata, beberapa saat sebelum berpidato, Amir diam-diam menenggak habis sebotol Johny Walker, minuman keras beralkohol tinggi, yang dibeli Ktut dan kawan-kawannya untuk pesta ulang tahun seorang kolonel. Amir mabuk berat di atas panggung!
Ktut Tantri bersama Soekarno.
Surabaya Sue
Marabahaya tentu saja merajalela di mana-mana. Dialah satu-satunya perempuan yang berkeliaran di jantung Jogja yang pekat oleh bau mesiu. Ketenaran dan pengorbanannya juga menjadi rebutan faksi-faksi politik.
Sekali waktu ia pernah dibawa diam-diam oleh salah satu kelompok politik yang hendak melakukan rapat rahasia di Solo. Ktut bahkan tak sadar kalau dalam perjalannya menuju Solo ia berada satu mobil dengan Scarlet Pimpernal-nya Indonesia yang legendaris itu, Tan Malaka.
Dalam sebuah konferensi pers yang dihadiri wartawan dan koresponden dari berbagai kantor berita dan media massa luar negeri, ia dipilih oleh pemerintah untuk mengisahkan bagaimana rakyat begitu bersemangat mendukung perjuangan dan betapa dustanya propaganda Belanda yang menyebutkan bahwa pemerintahan Soekarno-Hatta sama sekali tak didukung rakyatnya. Dari sanalah julukan Surabaya Sue lahir.
Yah, Surabaya Sue, begitulah pers di Singapura, Australia dan di belahan bumi lain mengenal menyebutnya.
Julukan itu tersampir di pundaknya karena pilihan sadarnya untuk lebih memilih berjuang membantu rakyat Indonesia yang menginginkan kemerdekaan total. Di Surabaya ia dikenal sebagai penyiar dari radio yang dioperasikan para pejuang arek-arek Suroboyo pimpinan Bung Tomo.
Ketika di Surabaya pecah pertempuran November yang gila-gilaan dan tak seimbang itu, ia berada di tengah para pejuang Indonesia yang sedang kerasukan semangat kemerdekaan.
Kesetiaannya yang tanpa karat membuat Ktut dipilih pergi ke Singapura dan Asutralia untuk melakukan kampanye menggalang solidaritas internasional. Tanpa visa dan paspor, dengan hanya bermodal kapal tua yang dinakhodai seorang Inggris yang frustasi, Ktut berhasil lolos dari blokade kapal laut Belanda.
Sejarah mencatat bahwa pengakuan awal terhadap Negara Indonesia datang dari Pemerintah Mesir dan 7 negara Arab. Tapi sejarah juga mencatat bahwa Ktut Tanri lah yang berjasa ‘menyelundupkan” Abdul Monem utusan Raja Farouk dari Singapura ke Yokya menembus blokade Belanda untuk menyerahkan surat pernyataan tersebut kepada Presiden Soekarno.
Dari Singapura ia pergi ke Australia untuk menggalang dana, melakukan propaganda agar (rakyat) Australia memboikot Belanda. Selama di sana ia berhasil menggalang sebuah demonstrasi mahasiswa di perwakilan pemerintahan Belanda di Australia.
Di Australia Ktut berdemontrasi habis-habisan. Ketika rakyat Indonesia disebut melakukan pemberontakan, Ktut langsung marah. “Minta diterangkan bagaimana pemberontakan Indonesia itu. Saya bisa menceritakan kepada kalian bagaimana mereka hidup?”
Bagi Ktut, pemberintakan adalah kata makian untuk rakyat jelata. Indonesia tidak punya pemberontak. Indonesia hanya mempunyai harapan dan idaman yang sama. “Ada satu perbedaan: orang Australia bebas dan orang Indonesia tidak. Mereka ingin merdeka penuh. Dan mereka mengharapkan bantuan dari Australia. Dengan itu suara mereka bisa didengar dunia,” kata Ktut.
Berkali-kali Ktut ditanya mahasiswa Australia. “Bagaimana caranya kami membantu? Kami mengakui bahwa kemerdekaan adalah semua manusia. Kami akan member bantuan jika ditunjukkan jalan,” tanya mereka kepada Ktut.
“Saya dapat menunjukkan jalan untuk membantu tetanggamu, bangsa Indonesa,” jawab Ktut saat itu. “Engkau mahasiswa Sydney dapat menyusun suatu demontrasi ke konsulat Belanda. Sadara dapat mengirim kawat kepada Perdana Menteri Australia supaya dapat mengajukan sengeka Indonesia ke PBB.”
Itulah pergerakan yang dilakukan Ktut Tantri. Dia pun menyusun rencana panjang dan pada akhirnya membuahkan hasil. Gerakan protes Ktut dan mahasiswa membawa akibat semakin meluas. Dari India, Perdana Menter Nehru mengajukan tuntutan yang sama. Tidak lama setelah itu PBB memerintahkan Belanda meletakkan senjata di Indonesia, dan persoalan Indonesia dihadapkan di muka PBB.
Namun pihak Belanda merasa kebakaran jenggot. Seorang pejabat Belanda lantas mendatangi Ktut dan berkata: “Anda harus sadar bahwa Anda hanya diperalat saja oleh orang–orang Indonesia itu. Begitu mereka sudah merdeka, Anda pasti akan mereka lupakan. …..”
Kata – kata ini diucapkan oleh salah satu pengusaha Belanda yang mencoba membujuk supaya Ktut Tanri menghentikan kampanye Indonesia-nya di Australia sembari menawarkan 100.000 gulden.
“Kami bersedia membayar nona asal nona mau meninggalkan Australia, pergi ke Amerika atau Inggris dan melupakan segalanya mengenai Indonesia. Indonesia bukan persoalanmu. Nona orang asing. Dengan 100.000 golden nona bisa hidup mewah atau bisa dipakai untuk membeli hotel di negeri lain.”
Ktut pun menjawab: “Ada 70 juta rakyat Indonesia. Walaupun tua dan yang lain-lain bersedia menyerahkan sejuta golden kepada setiap orang Indoensia, lelaki-perempuan, aku tidak berniat menjual negeriku yang kedua ini atau mengkhianati perjuangannya dalam mematahkan belenggu penjajahan. Orang Indonesia boleh saja melupakan segala sesuatu mengenai diriku kalau mereka sudah merdeka, mengapa tidak. Aku hanya setetes laut yang menguras semakin besar menuju kebebasan. Bertahun-tahun aku hidup di sana. Aku mengetahui yang baik dan yang buruk.”
“Mengapa seorang wanita kulit putih mau berjuang untuk bangsa yang rendah. Apa yang salah dengan kulit putih sehingga kau lebih menyukai kulit hitam?” tanya orang Belanda itu.
“Sekarang coba katakan pada saya, apa warna kulit dari PenciptaMu?” dan orang Belanda itu pun terdiam.
Tak hanya orang Belanda, Ktut bahkan pernah menyindir presidennya sendiri. Ktut bilang bahwa surat Presiden AS Harry Truman kepada Soekarno adalah sebuah kekonyolan. Mengapa? Kalau Indonesia merdeka tahun 1949, berarti perjuangan yang dilakukannya selama 1945-49 oleh bangsa Indonesia dan juga olehnya buat apa? Ya sia-sia!
Apalagi, Ktut mengenal Soekarno sudah lama. Dia menyebut Soekarno sebagai sosok yang impresif. “Dia pria sangat impresif yang pernah saya temui”, katanya kepada wartawan Indonesia di kediamannya di Sydney awal 1993.
Sebaliknya, Soekarno pun sayang dan kagum kepadanya. “Saudara Ktut ini, adalah orang Amerika kelahiran Inggris. Tetapi dia lebih berjiwa Indonesia dibandingkan berjiwa Inggris atau Amerika. Dia pejuang kemerdekaan Indonesia, dia membela kita, dia melakukan segala-galanya untuk kemerdekaan Indonesia”, teriak Presiden Soekarno di depan ribuan orang dalam sebuah rapat akbar di Malang, Jawa Timur.
Ktut Tantri (paling kanan) saat peluncuran buku ‘Jagat Wartawan Indonesia’
di Gedung Idayu, Februari 1981.
Revolt in Paradise
Selepas dari pejuangan, Ktut kemudian menulis sebuah buku. Judulnya Revolt in Paradise (Revolusi di Nusa Damai). Ketika terjemahan Indonesia, buku ini terbit pertama kali pada 1965. Padahal buku ini sudah terbit di tiga belas negara, dari Amerika, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Norwegia, Swedia, Finlandia, Jepang, Spanyol, Denmark, hingga Cina. Dalam penulisannya buku ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu: Melanglang Buana, Firdaus Yang Hilang, Berjuang Demi Kemerdekaan.
Dalam bukunya itu yang pernah diterjemahkan oleh Gunung Agung, kemudian Gramedia, Ktut secara gamblang menceritakan keadaan romantika perjuangan orang Indonesia, dan dia berada di dalamnya dan dia juga merasa begitu pedih ikut membelanya dan merasakannya.
Buku ini bukan sebuah otobiografi dari perempuan super karena dalam beberapa kesempatan Ktut sendiri menuliskan ketakutannya ketika harus melakukan beberapa aksi intelejen, ataupun ketika menerobos blokade Belanda dengan berlayar dari Tegal ke Singapura sampai gerakan yang dia lakukan di Australia.
Buku ini meraih kesuksesan luar biasa karena pada masanya. Ia dianggap sebagai suara jernih yang dipercaya dapat menggambarkan tidak hanya eksotisme Bali seperti yang bisa dibaca dalam banyak roman Eropa sejak abad 18, melainkan diyakini pula sebagai bacaan yang otoritatif untuk menggambarkan bagaimana tekstur dan gestur dari jiwa Indonesia, sebuah bangsa yang baru saja merdeka bukan karena pemberian cuma-cuma penjajahnya.
Memang sulit untuk tak menyebut buku ini istimewa, sesulit keinginan berniat berhenti membaca memoar ini begitu seseorang sudah membuka halaman pertamanya. Keistimewaan buku ini bukan hanya karena berisi pengalaman hidup penulisnya yang luar biasa dan nyaris nekad, tetapi juga karena buku ini disusun dengan gaya bercerita yang demikian kuat, mengalir, yang disana-sini pembaca akan menemukan banyak momen dramatik bak sebuah suspense seperti yang biasa dijumpai dalam novel-novel berlatar perang.
Karakter-karakter yang dipanggungkan pun nyaris tak ada yang sia-sia. Pembaca mana pun akan kesulitan untuk tidak ikut-ikutan membenci sosok yang dikisahkan mengkhianati perjuangan Indonesia atau menyiksa Ktut Tantri. Tampak betul kalau Ktut Tantri punya kemampuan teknis di atas rata-rata dalam berkisah.
Kisah Ktut Tantri menunjukkan bahwa kemerdekaan bangsa ini dahulu diperjuangkan dan didukung oleh banyak orang, yang melihat kemanusiaan melebihi dari yang lain, kemanusiaan yang bisa melampaui dinding etnis, keyakinan ataupun budaya bahkan kebangsaan. Ktut Tantri hadir untuk mengingatkan orang asing atas penderitaan perjuangan rakyat Indonesia, dan kemudian jasanya itu dilupakan. Di tengah situasi polarisasi dan pengkotakan pada saat ini, kisah KTut Tantri bisa membuat semua orang kembali merenung tentang bagaimana bangsa ini dulu dibangun dan dipertahankan.
Masa tua Ktut Tantri dihabiskan di Syney. hingga akhir hayatnya.
Ktut Tantri diberitakan meninggal dalam kesepian di Sidney, Australia tanggal 27 Juli 1997, tidak jauh dari negara yang pernah dibelanya mati-matian sampai mengorbankan darah dan dagingnya.
Ktut Tantri meninggal dengan perasaan cinta kepada Indonesia tidak pernah luntur. Peti matinya dihiasi bendera Indonesia dengan aksen Bali kuning dan putih. Seperti permintaanya, jasadnya diperabukan. Abu jenazahnya disebarkan di Pantai Bali. Sementara harta peninggalannya disumbangkan ke anak-anak Bali yang kurang mampu.
Kini, Ktut Tantri mungkin sudah tak dikenal. Namanya bahkan tak tercetak dalam satu pun buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah. Kata Ktut, “Aku hanya setetes dari laut yang mengarus semakin besar menuju kebebasan. Orang Indonesia boleh saja melupakan segala sesuatu mengenai diriku. Mengapa tidak?”
Ktut Tantri sudah meramalkan nasibnya yang kelak dilupakan. Sebuah ramalan yang presisi. Dan Ktut Tantri sama sekali tak menyesalinya. Ia hanya menuruti panggilan kata hatinya. Dan hatinya memang ada di Bali, tepatnya di Indonesia. “Sepotong Surga Terakhir” seperti yang dikatakan sebuah film Hollywood yang ia saksikan di sebuah sore yang dingin diguyuri hujan.
Apakah kita bangsa yang tahu berterimakasih kepada mereka yang sudah mempertaruhkan nyawanya untuk kita ?
Mungkin kalau pemerintah tidak mau menjadikannya sebagai pahlawan nasional, kita bisa menjadikannya pahlawan…..di hati kita….di hati anak-anak kita.
Langganan:
Postingan (Atom)