Selasa, 13 Agustus 2013

Gugah Spirit Kebangsaan dan Bernegara, atas Refleksi Kemerdekaan untuk NKRI



analisis: 
Kepantasan pemerintahan SBY selama 5 tahun terakhir ini yang patut dicatat sebagai nilai cum laude adalah memberikan baju pakaian alutsista layak pakai kepada salah satu pilar penyangga NKRI, Tentara Nasional Indonesia.  Sebelum itu dan juga pemerintah ORBA sebelumnya, perhatian untuk memakaikan pakaian perang yang layak tempur kepada garda republik memang tetap diberikan. Namun semua itu belum mampu menegakkan kegagahan dan kewibawaan tentara kita karena pakaian itu tidak layak disandingkan dalam setiap “festival” alutsista yang ditandingkan.

Tentara sesungguhnya adalah bagian dari naluri bernegara.  Ketika negara ini diproklamirkan 68 tahun yang lalu, tentara rakyat yang kemudian menjelma menjadi tentara nasional adalah kekuatan beton bertulang yang mampu mengawal kibaran merah putih  di seluruh tanah air, meskipun persenjataannya minim. Episode perang kemerdekaan sebagai konsekuansi proklamasi 17 Agusttus 1945 berujung pada kelelahan pihak penjajah sampai akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia akhir Desember 1949.  Bukankah itu hasil perjuangan tentara dan rakyat.
Jejeran Panser Anoa, 300 unit Anoa
Spirit bertentara sesungguhnya ingin mengajak khalayak untuk mengapresiasi ruang tugas yang diemban tentara kita.  Kebanggaan bertentara diletakkan pada nilai kesediaannya untruk kontrak mati, meletakkan jiwa raga pada pengabdian tugas utama menjaga dan mewibawakan kedaulatan NKRI.  Oleh karena itu jangan sampai ada pemikiran untuk bersu’uzon pada pengawal republik ini karena dinamika kawasan selama ini tidak memberikan kesempatan untuk terjadinya perang antar negara. Jelasnya karena tidak ada perang tidak ada yang dikerjakan. Justru semua orang di dunia ini tidak menginginkan terjadinya perang karena akhirnya akan menyengsarakan nilai eksistensi dan harkat manusia dan negara.

Tentara adalah bagian dari kebersamaan perjalananan semua komponen bangsa untuk membangun dan mensejahterakan rakyat bangsa.  Perjalanan menuju kesejahteraan bangsa ini termasuk bagian dari partisipasi tentara yang selalu mengawal dan menjaganya pada apa yang disebut kedaulatan dan harga diri bangsa.  Nilai itu dalam ukuran persepsi dan perspektif keperansertaan menuju kesejahteraan bangsa seakan tidak merupakan bagian dari substansi.  Namun banyak yang tidak menyadari bahwa  kehadiran peran kesetiaan dan pengawal harga diri kedaulatan yang diemban TNI justru menjadi faktor utama dalam mengiringi tahapan menuju kesejahteraan bangsa.

Natuna dan Ambalat salah satu contohnya.  Kehadiran tentara disana berikut sejumlah alutsistanya  adalah upaya untuk menegaskan bahwa teritori ini dengan sejuta kekayaan sumber daya alamnya adalah bagian dari tubuh kami.  Jangan coba ganggu apalagi ambil kalau tidak ingin bertarung sampai mati.  Ini bagian dari simbol menjaga harkat dan martabat sembari tetap melangkah bersama menuju kesejahteraan bangsa.  Sepintas seperti tidak memberikan nilai kontribusi pada nilai kesejahteraan tetapi kehadiran tentara dengan alutsista yang setara di border negara tentu memberikan nilai tawar bahkan gentar bagi pihak manapun yang ingin menganggu teritori bangsa ini.  Menjaga Natuna dan Ambalat adalah upaya mengawal tingkat kesejahteraan itu.  Bukankah di dua kawasan itu tersimpan potensi energi fosil yang berlimpah.
Kegagahan alutsista Marinir menjaga NKRI
Untuk itu maka perkuatan alutsista TNI bukanlah sesuatu yang mewah dan mengada-ada.  Perkuatan alutsista merupakan kebutuhan mutlak bagi tentara dan negara. Perkuatan ini juga bagian dari upaya memoles nilai diri bangsa terutama terkait dengan posisi diplomatik, posisi hubungan bertetangga dan posisi postur diri dalam berinteraksi secara dinamis.  Jadi tidak semata-mata untuk perang.  Kekuatan tentara dan alutsista sebuah negara bangsa diyakini  mampu meredam keinginan untuk berperang bagi negara mana pun karena daya gentar dan gebraknya.  Lihat saja kekuatan militer AS, siapa sih yang berani mau ngajak perang sama Paman Sam.
Menyongsong peringatan hari kemerdekaan tahun ini, selayaknya kita merenungkan eksistensi perjalanan bangsa ini yang sudah mencapai usia 68 tahun. Peran serta tentara yang selalu setia menjaga harkat dan martabat bangsa dalam dinamika kawasan maupun ambisi separatis dari sekelompok gerakan bersenjata, sudah dibuktikan dan terbukti. Kesetiaan tentara pada negara ini adalah memastikan langkah dan nilai perjalanan bangsa untuk membangun dan mengembangkan rumah tangga Indonesia menuju cita-cita konstitusi yang telah disepakati.

Maka ketika berbagai jenis alutsista mulai berdatangan untuk sebuah kepantasan bagi pengawal republik, sepantasnya pula kita hendak menyatakan bahwa ini bukan kedatangan pertama dan terakhir.  Kita hendak menyampaikan suara mayoritas rakyat yang diyakini bagian dari kecintaan kepada TNI bahwa modernisasi persenjataan TNI harus terus berlanjut meskipun RI-1 berganti figur.  Kedatangan berbagai jenis alutsista yang sudah jauh hari dipesan bukanlah merupakan expense yang membebani negara tetapi justru merupakan investasi dan asset yang mutlak diperlukan untuk mengawal eksistensi bernegara.
Kepedulian RI-1 Melengkapi kesempurnaan menjaga NKRI
Dinamika kawasan yang mudah tersulut, sikap paranoid AS terhadap Cina karena hegemoninya tergerus, cara pandang Australia yang mendua terhadap RI merupakan fakta tak terbantahkan. Tentu perjalanan bergelombang ini mengharuskan RI waspada  sembari tetap menyebar senyum pertemanan.  Salah satu langkah kewaspadaan itu adalah memberikan kekuatan pakaian alutsista pada hulubalangnya.  Perkuatan alutsista ini tidak sekedar mengejar ketertinggalan, tetapi lebih dari itu. Dalam dua tahapan MEF berikutnya seiring dengan kekuatan daya beli dan PDB yang semakin meningkat, perkuatan alutsista TNI adalah realisasi yang sudah di depan mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar